Kamis, 29 Mei 2008

VAKSINASI

VAKSINASI

Penyakit yang menyerang ayam ada yang dapat diobati dan ada yang tidak. Yang tidak dapat diobati biasanya ditangkal dengan vaksin. Berikut ini dipaparkan cara melakukan vaksinasi dan usaha lain mencegah serta mengobati penyakit ayam.
A.Program Vaksinasi sebagai Kontrol Kesehatan
Vaksin adalah mikroorganisme yang dilemahkan dan apabila diberikan kepada hewan tidak akan menimbulkan penyakit, melainkan merangsang pembentukan antibodi (zat kebal) yang sesuai dengan jenis vaksinnya. Tujuan vaksinasi adalah membuat ayam mempunyai kekebalan yang tinggi terhadap satu penyakit tertentu.
Vaksin harus dijaga agar tidak menyebar kekelompok ayam yang lain atau menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan pada ayam yang divaksinasi. Keberhasilan suatu vaksinasi ditentukan oleh beberapa vaktor yang saling terkait. Faktor-faktor tersebut adalah tatalaksana, faktor vaksin dan individu.

Faktor tata laksana
Melipti cara, waktu, keterampilan vaksinator dan kondisi lingkungan.
Faktor vaksin
Meliputi kualitas, jenis, dan cara penyimpanan vaksin. Karena vaksin mudah rusak, penyimpananya sebaiknya dilakukan pada suhu 2-8 derajat celsius. Selama pengangkutan harus ditambahkan es kedalam termos tempat vaksin.
Faktor individu
Meliputi kesehatan ayam. karena vaksin merupakan bibit penyakit, dianjurkan vaksinasi dilakukan pada saat ayam sehat kondisinya.

Oleh : Asmunir
Dikutip dari : Buku Teknik Vaksinasi dan Pencegahan Penyakit Ayam, oleh Titik Sudaryani, Penebar swadaya, Jakarta

MENCEGAH TERJADINYA STRESS

MENCEGAH TERJADINYA STREES

Stres adalah kondisi tubuh yang mengalami gangguan hormonal secara temporer. Beberapa penyebabnya adalah sebagai berikut :
a. perubahan suhu yang ekstrim (panas mapun dingin)
b. kepadatan ayam yang tinggi di dalam kandang.
c. Sirkulasi kandang yang kurang baik sehingga konsentrasi amoniak yang tinggi di dalam kandang.
d. Pemindahan dari satu tempat ketempat lain
e. Vaksinasi dan potong paruh
f. Suara gaduh dan asing dalam kandang.
g. Makanan yang kurang baik.

Akibat yang ditimbulkan oleh stres pada tubuh ayam sehingga akan mempermudah kemungkinan terkena penyakit menular, diuraikan dibawah ini:
• Dehidrasi, sebagai akibat pembakaran didalam tubuh yang meningkat menyebabkan air beserta garam mineral.
• Nafsu makan berkurang sebagai akibat berkurangnya garam mineral dalam tubuh ayam sehingga asimilasi vitamin terganggu.
• Pertumbuhan terganggu dan badan menjadi lemah sehingga mudah terserang penyakit.

Untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh stres disamping perlu hati-hati dalam segala tindakan bila terjadi aktivitas-aktivitas yang kemungkinan dapat menimbulkan stres pada ayam maka ayam tersebut diberi vitamin elektrolit. Selain vitamin elektrolit, untuk mencegah penyakit tertentu setelah vaksinasi, dapat juga ayam diberi vitamin elektrolit yang mengandung antibiotik.
Oleh : Asmunir
Dikutip dari : Buku Teknik Vaksinasi dan Pencegahan Penyakit Ayam, oleh Titik Sudaryani, Penebar swadaya, Jakarta

Senin, 26 Mei 2008

SINDROMA KERDIL KADANG MASIH USIL

SINDROMA KERDIL KADANG MASIH USIL
Masih kerap terdengar bila kita melakukan kunjungan lapangan ke peternak – peternak ayam pedaging (broiler), adanya keluhan mengenai ketidak – seragaman ayam yang dipeliharanya. Menurut penuturan mereka, pada saat doc tiba kondisinya terlihat seragam, tetapi setelah ayam mulai menginjak usia di atas 14 hari, baru terlihat adanya ayam yang terlambat pertumbuhannya.

Pertumbuhan yang tidak seragam pada ayam broiler memang banyak penyebabnya seperti :
1. Doc berasal dari Bibit Muda atau Bibit Tua Sekali
2. Multi strain dalam satu flock / kandang
3. Kurang tempat pakan dan tempat minum
4. Kepadatan ayam di kandang yang terlalu tinggi
5. Penyakit infectious seperti Coccidiosis
6. Sindroma Kekerdilan pada Broiler ( Runting and Stunting Syndrome )

Pada umumnya para peternak berpendapat bahwa beberapa penyebab yang menyebabkan ayamnya tidak seragam seperti karena doc, multistrain dalam satu kandang, kurang peralatan makan dan minum, kepadatan ayam dalam kandang dan penyakit coccidiosis, mereka sudah dapat mengatasinya di lapangan. Tetapi untuk sindroma kekerdilan atau runting and stunting syndrome, para peternak masih meraba-raba penyebabnya, karena kejadian di lapangan kadang ada dan kadang tidak ada / hilang dengan sendirinya.

Sindroma Kekerdilan pada Broiler mempunyai berbagai ragam nama lain seperti :

√ Malabsorption Syndrome
√ Stunting Syndrome
√ Reovirus Malabsorption
√ Pale Bird Syndrome
√ Helicopter Disease
√ Brittle – bone Disease

Apa itu sindroma kekerdilan pada broiler ? dan apa saja penyebabnya ?

Sindroma kekerdilan didefinisikan sebagai : Sekelompok ayam (umumnya terjadi 5-40% populasi ) yang mengalami laju pertumbuhan yang kurang pada kisaran usia 4-14 hari. Dimana setelah pada awalnya pertumbuhan tertekan, kemudian kembali normal, tetapi tetap lebih kecil dari yang normal. (Nick Dorko, 1997).

Bila kondisi di atas dialami peternak broiler maka beberapa kerugian sudah nampak di depan mata seperti : tingginya ayam culling; tingginya fcr; rataan berat badan di bawah standar; berat badan yang sangat bervariasi, hal mana akan menjadi masalah bila ada kontrak dengan “slaughter house” / rumah potong ayam; masalah dengan penjualan karena banyaknya ayam yang kecil.

Pertanyaannya adalah apakah kejadian kekerdilan pada broiler ini hanya merupakan sindroma saja ataukah merupakan penyakit yang sangat banyak penyebabnya ? / Multifactorial Causative Disease ?
Beberapa ahli penyakit ayam menyatakan bahwa runting and stunting syndrome terdiri atas tiga bentuk yaitu Enteritic; Pancreatic dan Proventricular (yang mana hal tersebut lebih didasarkan kepada organ yang diserangnya), yang paling penting sindroma kekerdilan ini merupakan sindroma penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor.

PENYEBAB SINDROMA KEKERDILAN
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya yaitu :
• Penyebab berasal dari Pembibitan
• Penyebab berasal dari Penetasan / Hatchery
• Penyebab berasal dari Manajemen Produksi
• Penyebab berasal dari Pakan / Nutrisi
• Penyebab berasal dari Lingkungan
• Penyebab berasal Penyakit

1. Penyebab berasal dari Pembibitan
Beberapa hal yang berasal dari Pembibitan yang dapat menyebabkan doc yang dihasilkan mengalami sindroma kekerdilan antara lain :
Telur tetas kecil (telur tetas yang berasal dari usia induk <> 30 % populasi dengan kategori BENCANA / MALAPETAKA

Biasanya terlihat pada usia 2 minggu :
Bulu sekitar kepala dan leher tetap “ Yellow Heads”
Bulu primer sayap patah / dislokasi “ Helicopter Birds “ / “ Stress Banding”
Tulang kering / betis berwarna pucat
Jika diperiksa kotorannya masih utuh / makanan hanya lewat saja

PATOLOGI ANATOMI
Perubahan terutama terjadi pada usus seperti : pucat, tipis, berisi material cair sampai berlendir
Kadang ada radang proventriculus
Ada degenerasi pada pancreas
Makanan pada usus bagian belakang masih utuh

PENGENDALIAN PENYAKIT
1. Pembibitan
Induk harus dapat memberikan bekal maternal antibodi yang tinggi
Hindari terinfeksi dengan Salmonella enteriditis
Perbesar telur tetas dengan cara tunda awal produksi dini (pengaturan lighting), berat badan betina harus masuk berat standar, kebutuhan Kcal / protein / ayam terpenuhi. Tambahkan protein / asam amino pada pakan periode petelur dengan Methionine / Cysteine

2. Hatchery
Hindari menetaskan telur tetas yang kecil
Perpendek waktu koleksi telur tetas
Jangan menetaskan telur tetas yang berbeda usia / ukuran dalam satu mesin
Percepat proses seleksi doc dan secepatnya didistribusikan
Pergunakan alat pengangkut doc dari hatchery sampai peternak dengan alat angkut yang representatif, terutama lengkapi dengan “Ventilator”

3. Farm Broiler
Laksanakan proses biosecurity dengan baik dan benar, agar farm dapat seoptimal mungkin terbebas dari serangan infeksi penyakit pemicu terjadinya kekerdilan
Penggunaan desinfektan yang mengandung antiviral seperti GLUTAMAS dan SEPTOCID sangat dianjurkan
 Usahakan satu unit farm diisi oleh ayam yang satu usia, karena jika ada serangan kekerdilan ayam yang ber-usia paling muda yang paling parah terkena infeksi
 Jika mendapat doc kecil / bibit muda / doc berasal dari telur tetas kecil, maka tatalaksana brooding harus sempurna; berikan pada minumnya multivitamin yang mengandung vitamin A, D dan E seperti VITAMAS; perhatian difokuskan kepada suhu sekitar brooding; pemberian pakan yang intensif dan mudah dijangkau ayam, demikian juga dengan air minum harus selalu tersedia dalam keadaan segar
 Bila kekerdilan sudah menyerang ayam di kandang, maka lakukan langkah :

1. Ayam yang hanya mencapai 40% dari berat badan standar dipisahkan / diculling
2. Lakukan desinfeksi area kandang secara rutin dengan GLUTAMAS atau SEPTOCID, dosis berikan sesuai petunjuk pembuatnya
3. Ayam yang ber-berat badan > 40% dari berat badan standar dan Normal berikan minum yang mengandung MASABRO atau HYPRAMIN – B, sesuai petunjuk pembuatnya
4. Pakan sebaiknya tetap menggunakan pakan starter sampai panen
5. Sebaiknya ayam di panen pada berat 1.0 – 1.2 kg saja

Periksakan pakan secara periodik untuk kontrol kandungan mycotoxin
Pastikan pakan kandungan bahan bakunya seimbang dan sesuai dengan peruntukan usia ayam


Drh Arief Hidayat
Technical Department
PT. Mensana Aneka Satwa
Diposting oleh Infovet

SELEKSI TELUR TETAS

SELEKSI TELUR TETAS
Penetasan telur dengan mesin tetas akhir-akhir ini semakin populer. Hal ini disebabkan jumlah telur yang mampu ditetaskan bisa puluhan bahkan ratusan kali dengan cara penetasan alami. Dengan cara berkembangnya cara penetasan ini, seleksi telur tetaspun akan sangat menentukan berhasil tidaknya penetasan yang akan dilakukan. Harapannya adalah dari telur yang baik akan menghasilkan anak tetasan yang baik pula. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam seleksi telur tetas :

Berat telur
Berat telur yang ditetaskan sangat berpengaruh terhadap anak yang akan di hasilkan. Pengalaman para pembibit menunjukkan bahwa telur-telur dengan berat kurang dari 40 gram atau lebih dari 45 gram memiliki daya tetas yang lebih rendah dibandingkan dengan telur yang memiliki berat antara 40-45 gram. Berat telur yang seragam akan menghasilkan anak hasil tetasan yang seragam pula. Biasanya, berat telur yang dihasilkan ayam memiliki grafik meningkat, seiring dengan bertambahnya umur, kemudian akan stabil setelah ayam berumur lebih dari 12 bulan. Berdasarkan hasil penelitian ada pengaruh berat telur terhadap persentasi (%) daya tetas. Intinya pemilihan telur tetas sangat penting dilakukan sebelum penetasan berlangsung.

Bentuk telur
Bentuk telur yang baik adalah bulat telur, perbandingan lebar dengan panjang adalah 3:4. Telur yang terlalu bundar atau lonjong biasanya tidak banyak yang menetas oleh karena isi bagian-bagian telur tidak seimbang. Perlu diketahui bahwa telur terbagi menjadi tiga bagian yaitu kulit telur (kerabang), albumin (putih telur), dan Yolk (kuning telur). Proporsi albumin dan yolk yang tidak seimbang akan berpengaruh terhadap pembentukan bagian-bagian tubuh unggas.

Keadaan kulit telur
Telur yang kulitnya kotor akibat kotoran ayam atau sisa pakan, memiliki daya tetas yang lebih rendah daripada telur yang bersih. Meskipun tampak tertutup rapat, kulit telur sebenarnya memiliki pori-pori yang masih bisa ditembus oleh udara dan kuman penyakit. Jika kulit telur kotor, kuman penyakit hampir bisa dipastikan berada di kotoran tersebut. Kuman penyakit akan dengan leluasa masuk ke dalam telur dan menyebabkan kematian embrio. Di samping itu, kotoran juga menyumbat sirkulasi udara. Sebaliknya jika kulit telur dalam keadaan bersih, kuman penyakit kecil kemungkinan bisa masuk ke dalam telur dan sirkulasi udara juga lancar. Karenanya, sebelum dimasukkan ke dalam mesin tetas, telur harus di bersihkan terlebih dulu dengan desinfektan seperti air hangat, alkohol 70%, formalin 40%, kalium permanganat (KMNO 4) dan jenis desinfektan lainnya.

Rongga udara
Telur tetas yang baik adalah yang letak rongga udaranya tetap, yaitu di bagian ujung telur yang tumpul. Rongga udara ini erat hubungannya dengan posisi pertumbuhan embrio dalam telur. Cara melihatnya cukup dengan lampu pijar berdaya 40 watt.

Umur telur dan cara penyimpanannya
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tetas telur yang disimpan kurang dari 7 hari lebih tinggi dibandingkan dengan telur tetas yang disimpan lebih dari 7 hari. Telur yang disimpan terlalu lama, apalagi dalam kondisi lingkungan yang kurang baik bisa menyebabkan penurunan berat akibat bertambah besarnya rongga udara. Di samping itu, kadar karbondioksida (CO 2) dan airnya meningkat, sehingga isi sel telur semakin encer dan daya tetasnya menurun. Penyimpanan telur yang ideal untuk tetap mempertahankan daya tetasnya adalah pada kisaran suhu 10? - 18?C dan kelembapan 60-75%. Cara penyimpanan telur yang benar adalah rongga udara berada di atas.

Ratio induk jantan dan induk betina
Ratio induk jantan dan induk berita idealnya adalah 1:8-10 artinya seekor pejantan hanya mengawini sekitar 8 - 10 ekor induk betina. Umur induk (jantan dan betina) yang dianjurkan adalah telah berumur lebih dari 12 bulan walaupun Induk jantan sudah mampu mengawini betina pada umur 9-10 bulan dan induk betina sudah mampu memproduksi telur pada umur 6-7 bulan. Akan tetapi berdasarkan pengalaman, telur yang dihasilkan oleh induk berumur lebih dari 12 bulan memiliki daya tetas yang lebih tinggi dibandingkan dengan telur yang dihasilkan oleh induk yang berumur kurang dari 12 bulan. *(SPt)

Di khazanah akademis dan teoritis, membincangkan produktivitas ayam maka adalah bagaimana memberikan pakan dan cara mengelola ayam yang sesuai dengan kebutuhan ayam itu sendiri. Setidaknya ada lebih dari 36 jenis nutrien bersifat esensial dan harus terkandung dengan konsentrasi dan keseimbangan yang optimal dalam pakan ayam, demikian pustaka atau literatur menyebutkan.
Pakan yang demikian itu dapat mendukung ayam tumbuh dan berproduksi juga ber reproduksi. Jika dikelompokkan nutiren itu meliputi Protein, Karbohidrat, Lemak, Vitamin, Mineral dan Air. Sehingga produktivitas akan diperoleh jika kebutuhan itu terpenuhi dan ayam dikelola dengan baik dan benar.
Memang kelihatannya jika dibuat sebuah kalimat himbauan menjadi sangat sederhana dan mudah dipahami bagi awam. Namun sebaliknya di dunia praksis atau lapangan para peternak atau pengelola memandang persolaannya tidak sesederhana itu. Terlalu kompleks persoalannya. Interaksi antar faktor teknis dan non teknis menjadikan hal itu terus membelit perunggasan domestik.
Bicara kandungan protein dalm pakan saja, tidak akan lepas dari 20 buah asam amino. Juga kemudian mahalnya asam amino jenis tertentu, maka tentu saja langsung terkait dengan kualitas pakan dan juga harga.
Harga pakan kemudian berujung pada ongkos produksi budi daya. Padahal budi daya muaranya adalah mencari selisih antara biaya produksi dan harga jual alias keuntungan.
Banyak peternak menempuh jalan termurah agar produktivitas terjaga tetapi ongkosnya rendah. Di tengah himpitan dan tekanan harga pakan yang terus merangkak naik, maka aneka kiat ditempuh.
Ada yang mencampur dan membuat formula pakan sendiri, ada pula yang tetap menggunakan pakan pabrikan tetapi dengan mengkombinasikan dengan pakan formulanya sendiri.
Ada juga yang dengan upaya lain seperti memberikan zat pemacu pertumbuhan, juga memakai ramuan tradisional dalam rangka memelihara stamina ayam dan menggenjot produktivitas.
Menurut Durrahman ramuan tradisional seperti jamu godhogan di samping mampu menjaga kondisi kesehatan ayam ternyata mampu mendongkrak pertumbuhan ayam potong.
Durrahman tidak tertarik memakai zat pemacu pertumbuhan karena selain harganya yang tidak murah, juga karena lebih sreg dengan jamu godhogan. Hasil beberapa periode pemeliharaan ayam potong yang diberikan minuman jamu godhogan tidak hanya memberikan hasil nyata ayam lebih sehat saja tetapi juga pertumbuhan lebih baik.
Durrahman memang tidak melakukan penelitian namun atas dasar pengalaman empirisnya memelihara ayam potong yang diberi perlakuan air minum jamu godhogan memberikan hasil lebih baik. Ini memang masih bisa diperdebatkan, namun Durrahman bersikukuh dengan dalih dan alasan punya keyakinan dari pengalamannya.
”Orang lain boleh tidak percaya dengan cara saya berternak, karena saya juga tidak berniat menganjurkan, namun hasil yang saya lakukan merupakan bukti nyata,” ujarnya.
Adapun jamu tradisional yang ia gunakan adalah jenis ramuan tradisional yang diambil dari aneka daun-daunan berbagai tumbuhan, biji-bijian dan akar serta batang yang kemudian ia masukkan dalam sebuah drum besar kapasitas 200 liter.
Ditambah air sekitar 150 liter lalu dimasak selama 3-5 jam. Selanjutnya disaring dan kemudian diberikan sebagai air minum ternak selama 10 hari terakhir sebelum panen.
Menurut Durrahman ramuan itu ia peroleh dari nenek moyang yang biasa digunakan sebagai ramuan untuk manusia. Sebenarnya di pasaran sudah tersedia bungkusan atau kemasan jamu godhogan yang siap untuk dimasak.
Sehingga jika peternak mau mencoba, lanjut Durrahman bisa membeli saja tanpa harus mencari bahan baku itu di hutan. Mari kita buktikan kiat Durrahman itu.

Asam Amino Esensial

Berbicara 20 jenis asam amino itu setidaknya ada 10 jenis yang amino essensial. Artinya untuk kebutuhan sebuah pertumbuhan dan produksi serta reproduksi 10 jenis itu sangat mutlak ada.
Drh Haji Taufiq Junaedi MMA yang bergerak dalam disribusi obat hewan di Yogyakarta serta kenyang pahit-getir perunggasan menjelaskan bahwa pada ransum yang berbahan baku jagung dan bungkil kedelai meski sudah mengandung aneka asam amino atau kaya dengan protein saja harus ada tambahan asam amino jenis metionin.
Ini berarti jika sebuah sumber pustaka mensyaratkan produktivitas ayam pada faktor pakan dan kualitas budi daya, maka sebenarnya sangat kompleks sekali mikro faktornya.
Idealnya produk pakan ayam memang sudah mengandung aneka nutrien yang pas untuk sebuah produksi. Namun, hal itu menjadi rumit untuk diwujudkan oleh karena kualitas pakan sendiri dari pabrik harus melalui jalur distribusi dan penyimpanan.
Hal demikianlah salah satu faktor yang menyebabkan tidak terpenuhi syarat-syarat untuk sebuah produksi. Berkurangnya atau hilangnya beberapa nutrien dari pabrik menuju ke kandang tidak bisa dihindarkan.
Oleh karena itu maka akhirnya, para pelaku budidaya tidak akan bisa melepaskan begitu saja dari tambahan nutiren dari pakan produksi pabrikan. Artinya pemberian aneka nutiren termasuk vitamin dan mineral menjadi syarat mutlak jika menginginkan sebuah produktivitas yang ideal optimal.
Realitas lapangan memang ”multi kompleks”. Kata itu menurut Taufiq untuk menunjukkan bahwa sangat amat banyak variabel dan faktor yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu, sangat penting sekali akademisi dan para pakar peneliti turun ke lapangan agar para peternak mendapatkan pencerahan dan mampu membantu mengurai problema produktivitas ayam.
Sedangkan yang terkait dengan pemakaian obat hewan dari golongan antibiotika, menurutnya jauh lebih mengkhawatirkan lagi. Berondongan dan gelontoran pemakaian preparat antibiotika di lapangan di Indonesia terutama pada peternakan komersial skala menengah dan kecil.
Hampir tidak bisa dibantah, menurut Taufiq pemakaian preparat itu tidak terkontrol oleh siapapun termasuk lembaga pemerintah yang sebenarnya mempunyai wewenang untuk hal itu. Yang mampu mengontrol tidak lain hanya pasar internasional. Sehingga sangat wajar dan dapat dimaklumi produk perunggasan Indonesia sangat sedikit yang mampu menembus pasar global.
Realitas lapangan peternak menggunakan preparat itu kapan saja ketika ayamnya sakit, tidak pernah mempertimbangkan batas waktu pemberian dan waktu henti obat yang penting ayam dalam jangka pendek selamat. Akhirnya pasti dalam jangka panjang akan muncul masalah resistensi dan tentu tingginya kandungan residu dalam produk unggas.
”Menurut saya aspek pengawasan pemakaian preparat antibiotika dan sulfa di peternakan komersial skala menengah dan kecil sudah menakutkan dan bahkan melewati lampu merah,” jelasnya.
Dengan nada prihatin ia menambahkan, ”Konsumen produk unggas domestik harus dilindungi agar tidak menambah parah problematik negeri ini. Sebab jika didiamkan dan tidak dihentikan kengawuran itu bukan tidak mungkin justru produk unggas domestik, nantinya tidak akan laku di negeri sendiri apalagi diekspor. Jika demikian, maka serbuan produk unggas sudah pasti akan masuk dengan sendirinya. (iyo)

Ketengikan Oksidatif Pakan Unggas

Ketengikan Oksidatif Pakan Unggas
DR A.A Qureshi
Poultry International March 2002


Kebutuhan nutrisi unggas cukup kompleks mengingat relatip sederhananya saluran pencerna an dan sedikitnya mikroflora usus. Ada sekitar 40 nutrisi esensial yang harus terkandung dalam pakan, termasuk asam amino, vitamin dan unsur anorganik seperti air, oksigen dan enerji. For
mulasi pakan seimbang dapat melibatkan lebih selusin bahan baku untuk memenuhi kebutuhan nutrisi seperti protein, lemak, serat kasar, kalsium dan fosfor. Pada umumnya formula pakan terdiri 60 - 65 % bahan bijian seperti gandum, beras, sorghum, dan jagung dikombinasikan dengan beberapa bungkil kaya lemak. Bahan baku dengan kandungan lemak yang tinggi seringkali menyebabkan ketengikan pada bahan baku maupun pakan. Nilai peroksida di atas 10 dianggap tidak aman dan mengindikasikan terjadinya ketengikan pakan.

Kondisi iklim yang panas dan lembab meningkatkan gejala ketengikan oksidatif yang terdiri atas 2 jenis yaitu :
1. Ketengikan hidrolitik yang dihasilkan dari aktivitas mikro organisma terhadap lemak menye
babkan proses hidrolisis sederhana lemak menjadi asam lemak, di-gliserida, mono-gliserida
dan gliserol. Ketengikan hidrolitik tidak mempengaruhi nilai nutrisi.
2. Peroksidasi lemak menyebabkan pembentukan radikal bebas pada ikatan tak jenuh akibat
pemisahan hidrogen dari asam lemak tak jenuh, yang menurunkan nilai enerji lemak. Reaksi
dipercepat dengan kehadiran mineral-mineral jarang yang terdapat dalam oksigen.
Vitamin E dan antioksidan lain seperti BHT atau Endox dapat menahan peroksidasi dengan mengubahnya kembali menjadi asam lemak semula. Jika peroksida dibiarkan berlanjut akan terjadi pemecahan menjadi aldehid dan keton.

Peroksidasi lemak mengganggu fungsi-fungsi metabolik vital akibat rusaknya nutrisi kritis seper
ti vitamin A, D dan E. Menyebabkan kegagalan reproduksi, jeleknya konversi pakan, daging unggas berbau tidak enak dan berkurangnya pigmentasi telur dan kulit broiler, seperti halnya penyakit encephalomalaciia, exudative diathesis dan nutritional myopathy pada ayam muda. Embrio dari induk yang defisiensi vitamin E mati pada umur 4 hari inkubasi. Penyakit lain yang terkait dengan ketengikan oksidatif adalah rusaknya epithelium uriner dan saluran pernapasan, conjuntivitis, panopthalamitis, stomatitis nephrosis dan kegagalan sistem imunisasi. Ascites dan hydropericardium adalah penyakit yang umum menyerang unggas di negara berkembang, seringkali terkait dengan defisiensi vitamin E dan selenium.

Peranan Vitamin

Vitamin A, D dan E disebut juga vitamin yang larut dalam lemak sangat cepat berubah akibat ketengikan oksidatif dan suhu tinggi pelleting. Di dalam tubuh, vitamin A bisa dirusak oleh bakteri dan infeksi koksidia maupun infestasi cacing usus khususnya pada ayam yang diberi pakan rendah protein dan lemak. Kebutuhan normal akan vitamin bervariasi sesuai tipe dan umur ayam, tetapi juga oleh kondisi cuaca dan tingkat stress. Pedoman kebutuhan vitamin larut lemak bagi ayam komersial moderen diperlihatkan tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Kebutuhan Vitamin Ayam Pedaging

Jenis Vitamin Starter Grower Finisher
Vitamin A (IU / kg) 15.000 10.000 10.000
Vitamin D3 (IU / kg) 3.000 2.000 2.000
Vitamin E (mg / kg) 30 20 20
DR A.A. Qureshi (Poultry International, March 2002)
Tabel 2. Kebutuhan Vitamin Ayam Petelur

Jenis Vitamin Starter Developer Layer
Vitamin A (IU / kg) 9.000 5.000 5.000
Vitamin D3 (IU / kg) 1.500 1.500 2.000
Vitamin E (mg / kg) 5 4 5,5
DR A.A. Qureshi (Poultry International, March 2002)
Vitamin A

Vitamin A dibutuhkan untuk fungsi dan tampilan normal berbagai jaringan / organ tubuh termasuk pemeliharaan selaput lendir, tekanan cairan cerebrospinal, pertumbuhan kartilago, pertumbuhan dan reproduksi, penglihatan dan koordinasi. Pada umumnya vitamin A tersedia dalam bentuk alkohol vitamin A, aldehida dan asam. Dalam bentuk alami terkandung pada minyak hati ikan dan tepung daun alfalfa. Perusakan vitamin A akibat ketengikan oksidatif mengarah pada gejala defisiensi akut termasuk terhambatnya pertumbuhan tulang dan penyusutan jaringan endochondral yang menyebabkan ataxia. Bentuk terakhir sering dikacaukan dengan defisiensi kalsium. Gejala lain akibat defisiensi vitamin A adalah keluaran berair seperti susudari mata dan hidung, kadang-kadang menyebabkan akumulasi gumpalan di mata, kebutaan dan perusakan seutuhnya bola mata. Berkurangnya jumlah sperma dan penurunan motilitas seringkali dialami ayam jantan sedangkan pada ayam betina mengalami penurunan produksi telur dengan kasus bercak darah dalam telur dan kematian embrionik. Pembengkakan ginjal akibat deposit asam urat seringkali terjadi pada defisiensi vitamin A akut, menyebabkan lesi-lesi yang mirip dengan IBD. Lesin atau tonjolan pada pharynx oesophagus seringkali terlihat dan dikacaukan dengan cacar air pada ayam yang tidak divaksin. Pada kasus selanjutnya, terjadi infeksi bakteri yang menyebar ke larynx yang bisa menyebabkan kematian mendadak seperti tercekik pada ayam yang semula terlihat sehat.
Vitamin D

Vitamin D penting untuk metabolisme kalsium dan fosfor serta pembentukan tulang dan kerabang telur. Merupakan sterol yang larut dalam lemak, umumnya ditambahkan ke dalam pakan sebagai vitamin D3 atau calciferol. Sumber alam vitamin D adalah minyak hati ikan. Lemak, garam empedu dan asam organik tertentu seperti asam laktat mendukung penyerapan vitamin D. Ketengikan oksidatif pada pakan menyebabkan defisiensi vitamin D yang serius dan gejala kelemahan kaki dan riketsia. Paruh dan kuku menjadi lembek dan lentur.

Vitamin E

Ketengikan oksidatif merusak vitamin E, menyebabkan encephalomalacia, kelemahan koordinasi, dan tansudative diathesis atau akumulasi cairan berwarna kuning atau kehijauan dalam jaringan subkutan termasuk rongga perut dan kantung perikardial, seringkali dijelaskan sebagai ascites dan hydropericardium. Penyusutan otot biasa teramati dan juga rendahnya fertilitas serta daya tetas di samping pengurangan jumlah sperma pada ayam jantan. Sistem kekebalan terganggu menyebabkan peningkatan kepekaan terhadap infeksi bakteri dan virus.

Mencegah Ketengikan Oksidatif Pakan

Di banyak negara berkembang yang beriklim panas dan kelembaban tinggi, masalah ketengikan oksidatif meningkatkan morbiditas dan mortilitas, serta memperburuk konversi pakan yang mengurangi pendapatan peternak. Pemanenan dan penyimpanan bahan baku pakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap stabilitas vitamin dan mineral. Penambahan antioksidan ke dalam pakan maupun bahan bakunya dapat secara efektif mengurangi kasus ketengikan oksidatif. Pada umumnya produsen bahan baku tidak menambahkan atas dasar pertimbangan biaya dan penyimpanan dalam waktu lama di bawah kondisi yang buruk seringkali menyebabkan ketengikan oksidatif pada kandungan lemaknya. Dalam kasus yang sama, banyak vitamin dan mineral premix impor disimpan dalam kurun waktu lama. Hanya vitamin yang stabil yang mampu bertahan terhadap kondisi yang buruk.

1. Perbaiki kondisi penyimpanan misalnya ventilasi yang membantu menyediakan udara kering
dan dingin,
2. Vitamin dan mineral premiks harus disimpan terpisah dan hanya dicampur sewaktu proses
produksi pakan
3. Pakan tidak boleh disimpan lebih dari seminggu
4. Rotasi stok pakan sehingga pakan berumur tua selalu dikonsumsi terlebih dahulu
5. Gunakan antioksidan misalnya vitamin E, BHT dan Endox. Penambahan sodium bikarbonat
dan kaolin cukup membantu. Tingkat penggunaan dari kebanyakan antioksidan berkisar 200 -
300 g/ton untuk bahan baku mengandung lebih dari 10 % lemak. Pakan yang ditambahkan
antioksidan bisa tahan disimpan selama 3 - 6 minggu bahkan jika disimpan pada suhu tinggi
(50 oC dan kelembaban nisbi 80 – 90%

CRD, Kasus Penyakit Pernafasan Yang Tidak Pernah Tuntas

CRD, Kasus Penyakit Pernafasan Yang Tidak Pernah Tuntas

Jika ditanya jenis penyakit apa yang menyerang ayam yang sangat akrab dengan kehidupan peternak sehari-hari, penyakit ngorok mungkin menjadi jawaban yang paling banyak diperoleh. Mengapa harus ngorok?
Berdasarkan data kasus serangan penyakit ayam ditahun 2006, penyakit ngorok atau Chronic Respiratory Disease (CRD) merupakan kasus teratas yang sering diabaikan peternak. Padahal penyakit ini cukup memberikan arti lebih bila dikaitkan dengan faktor ekonomi yakni kegagalan berproduksi pada ayam yang bermuara pada kerugian bagi peternak yang ayamnya terpapar ngorok dimaksud.
Demikian disampaikan drh Sudaryatna Kasubdin Keswan Dinas Peternakan Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau. Lebih lanjut dikatakannya, ditingkat peternak broiler, kasus CRD merupakan kasus teratas yang sering dijumpai, namun berdasar pada pola pemeliharaan broiler yang terlalu singkat, maka kehadiran ngorok ini kurang diekspos oleh peternak.

CRD Di mata Peternak
Adalah Nursialis, peternak broiler dengan lokasi farm di Lubuk Jambi Kabupaten Kuantan Singingi Riau merupakan figur peternak sukses. Konsep kesuksesan itu sederhana saja yakni dengan selalu menerapkan kebersihan diseluruh areal kandang.
Peternak 6000 ekor broiler ini selalu getol mengintruksikan ke anak kandangnya agar tetap menjaga kebersihan yang dimulai dari kebersihan personal, kebersihan ayam yang dipelihara, kebersihan kandang sampai pada kebersihan lingkungannya.
Tidak berlebihan memang, manakala Nursialis menerapkan prinsip bahwa apapun bentuk agen penyakit tak bisa memasuki arel peternakan bila kondisi peternakan selalu terjaga kebersihannya. Kemudian pengontrolan secara berkala terhadap anak kandang juga perlu diterapkan. Hal ini dilakukan mengingat adakalanya anak kandang yang membandel, yang cuek dengan apa yang diinginkan.
Terkait kasus CRD dan jenis penyakit pernafasan lainnya, Ibu yang sudah berputra ini menegaskan bahwa kehadiran CRD dan penyakit pernafasan sejenis lainnya tetap ada, hal ini bisa saja didukung oleh faktor cuaca seperti pada saat musim hujan dan atau peralihannya, biasanya berbagai kasus-kasus pernafasan sering dijumpai peternak.
Dalam pengendalian CRD, Nursialis biasanya mendapatkan bimbingan langsung dari Dinas Peternakan Kabupaten Kuantan Singingi yang meliputi upaya mempertahankan kesehatan ayam dengan memberikan multivitamin.
Disamping itu, penjagaan kebersihan tetap diutamakan agar udara disekitar lokasi kandang tetap bersih dan segar. Selain itu, kepadatan kandang harus selalu diperhatikan, sehingga tidak terjadi penumpukkan DOC yang dipelihara yang bermuara pada meningkatnya angka kematian.

Penyakit Menular Menahun
Chronic Respiratory Disease (CRD) merupakan penyakit menular menahun pada ayam yang disebabkan oleh Mycoplasma gallisepticum. Penyakit ini ditandai dengan pertumbuhan terhambat, mutu karkas jelek, produksi telur menurun, keseragaman bobot badan yang tidak tercapai dan banyaknya ayam yang harus diafkir. “Inilah yang menimbulkan kerugian ekonomi bagi peternak,” jelas alumnus FKH UGM ini.
Dikatakannya lagi, penyakit ngorok atau Chronic Respiratory Disease (CRD) merupakan penyakit yang menyerang saluran pernapasan yang bersifat kronis. Artinya penyakit ini berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama, dengan gejala awal ayam yang terpapar akan memperdengarkan suara mencicit seperti ngorok, sehingga sebagian besar peternak sering menyebut kasus ini sebagai penyakit ngorok.
Sementara itu, drh Muhammad Firdaus Kasubdin Kesehatan Hewan dan Kepala Rumah Potong Hewan Dinas Pertanian dan Peternakan kota Pekanbaru, menyatakan, terhambatnya pertumbuhan pada ayam dengan infeksi Mycoplasma gallisepticum lebih disebabkan karena terjadinya penurunan nafsu makan. Hal ini dapat diketahui dengan rendahnya angka konversi ransum yang ditunjukkan oleh ayam dalam satu flok pemeliharaan.

Mengenal Lebih Dekat Agen CRD
Mycoplasma gallisepticum berukuran 0,25-0,50 mikron berbentuk pleomorfik, kokoid dan tidak mempunyai dinding sel sejati. Agen ini bersifat gram negatif, dapat dibiakan dalam telur fertil, biakan sel, dan media buatan yang dilengkapi dengan 10-15% serum babi atau serum kuda yang dinon-aktifkan. Media buatan dapat berupa padat, cair, atau zona antara cair dan padat.
Pertumbuhan optimal pada media padat diperoleh pada pH 7,8, suhu 37ºC-38ºC dengan penambahan CO2. Koloninya amat kecil dengan garis tengah 0,20-0,3 mm, halus, bulat jernih dengan daerah yang menebal dan menonjol di tengahnya. Mycoplasma gallisepticum memfermentasi glukosa dan maltosa menjadi asam tanpa pembentukan gas.
Kemudian agen ini mereduksi 2,3,5-triphenyl-tetrazolium chloride serta menghidrolisa eritrosit kuda. Selain itu, Mycoplasma gallisepticum dapat mengaglutinasi eritrosit marmot, ayam dan kalkun, sehingga memudahkannya menginfeksi hewan dari jenis unggas tersebut.

Hindari CRD Komplek
CRD komplek merupakan gabungan penyakit dengan dua komponen yaitu kolaborasi Mycoplasma gallisepticum dengan bakteri Escherichia coli. Kembali ke drh Sudaryatna Kasubdin Keswan Dinas Peternakan Kabupaten Kuantan Singingi menyatakan, sebagai faktor predisposisi CRD komplek adalah sistem pemeliharaan dengan suhu lingkungan yang tinggi yaitu panas atau dingin, kelembaban tinggi, kurangnya ventilasi, kepadatan ternak terlalu tinggi dan cara pemeliharaan dengan umur yang tidak seragam.
“Hal inilah yang sering dijadikan dasar sebagai pemicu munculnya CRD komplek di area farm yang dimiliki peternak”, jelas mantan TS Comfeed wilayah Bogor ini. Disamping itu, kebersihan kandang juga didaulat sebagai pemicu munculnya kasus CRD komplek ini.
Sementara itu, Hanggono SPt Technical Service PT Medion Cabang Pekanbaru menyatakan, ngorok ayam atau CRD merupakan penyakit pernafasan yang tidak pernah tuntas kasusnya di lapangan, hal ini disebabkan oleh tatanan manajemen yang diterapkan peternak masih longgar, sehingga memudahkan agen CRD menginfeksi ayam yang bermuara pada munculnya ayam-ayam sakit di areal farm milik peternak. Disamping itu, kebersihan kandang yang sering terabaikan sejak awal pemeliharaan sampai minggu ketiga, disinyalir sebagai faktor pemicu munculnya kasus-kasus pernafasan pada ayam.
“CRD biasanya muncul di farm saat pemeliharaan menginjak minggu ketiga, hal ini terkait dengan penurunan kualitas litter dan kurang trampilnya anak kandang dalam proses open and close tirai kandang,” papar alumnus Fakultas Peternakan Brawijaya ini.

Waspadai Litter Yang Lembab
Alas kandang atau litter sudah sejak lama dianggap sebagai pemicu munculnya berbagai kasus penyakit pernafasan pada ayam. Penggunaan litter pada peternakan broiler dimulai sejak pemeliharaan DOC sampai minggu ketiga pemeliharaan. Litter difungsikan sebagai penghangat bagi pitik (red, anak ayam).
Dalam menjalankan budidaya broiler agar mendapatkan hasil yang baik harus memerlukan seni tersendiri. Masalah pakan, strain yang baik dan manajemen sangat perlu diperhatikan diantaranya manajemen litter. Dalam kondisi apapun dengan bentuk kandang yang bagaimanapun, peternak harus menjaga agar litter selalu kering.
Anggapan yang sering keliru adalah litter sebaiknya selalu berada dalam keadaa basah, hal ini bertujuan agar tidak susah untuk menguangkan (red, menjual) litter tersebut yang difungsikan untuk pupuk nantinya, jadi sebagian besar peternak menginginkan kondisi litter yang lembab atau basah. Padahal ini merupakan tindakan yang salah karena litter yang basah atau lembab dapat mengundang berbagai agen penyakit untuk hadir di lokasi peternakan ayam.
Menurut Hj Ir Elfawati MSi dosen Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau, litter basah atau lembab tidak baik untuk DOC karena dapat meningkatkan kadar amoniak yang tinggi akibatnya performance ayam menjadi menurun. Disamping itu, kondisi litter yang basah dan lembab dapat pula menyebabkan ayam terpapar berbagai macam agen penyakit khususnya penyakit pernafasan seperti CRD, Coryza atau Snot dan penyakit sejenis lainnya.
Adapun jenis bahan yang sering digunakan sebagai alas kandang (litter) untuk budidaya broiler adalah (1) sekam padi, material ini tidak terlalu menyerap air dan dapat dicampur dengan bahan lain, (2) jerami yang telah dipotong kecil, (3) serbuk gergaji, biasanya berdebu tidak terlalu disarankan, (4) pasir, ini biasanya untuk daerah kering dan (5) serutan kayu atau wood shavings.
Litter atau alas kandang sebaiknya sudah dipersiapkan sebelum anak ayam masuk agar semua kebutuhan anak ayam bisa terpenuhi. Prosedur pemasukan sekam ke dalam kandang yang biasa dilakukan peternak adalah sebagai berikut:
(1) kandang dicuci dan didesinfeksi, (2) sekam yang sudah didesinfeksi dimasukan ke dalam kandang, (3) sekam disebar merata dengan ketebalan 5-10 cm, (4) sekam didesinfeksi lagi dan (5) tutup kandang beberapa hari dan kemudian calon DOC siap di masukan ke dalam kandang. Biasanya untuk 1,000 ekor ayam membutuhkan sekam sebanyak 40–50 karung sekam.
“Tidaklah susah menjaga kondisi litter di dalam kandang agar tetap kering dan tidak menggumpal bila saja faktor pencetus di atas dapat dihindari,” jelas Ketua Program Studi Pertanian Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau ini.
Terlepas dari itu semua peran anak kandang atau care taker sangat menentukan, terutama dalam hal ketelitiannya mengontrol permasalahan di dalam kandang. Anak kandang yang cukat trengginas akan mengganti litter yang menggumpal dengan yang baru agar kesegaran udara yang ada di dalam kandang tetap terjaga. Atau bila sudah lembab usaha yang dapat dilakukan adalah menaburi litter dengan kapur agar cepat kering, setelah itu baru ditambahkan sekam yang baru.

Pemerintah Harus Memperhatikan
Adanya keterlibatan pemerintah dalam memberikan masukan berupa bimbingan untuk berusaha ternak yang lebih baik diperlukan untuk meningkatkan kualitas peternak. Demikian dikatakan Ir Lizdarti Rosa Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Kuantan Singingi saat pembukaan Pekan Daerah Kontak Tani Nelayan Andalan Provinsi Riau di Desa Makmur Kecamatan Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan baru-baru ini.
Menurutnya, untuk percepatan pengentasan kemiskinan dimasyarakat, yang diperlukan bukanlah bermacam-macam program namun cukup satu program tapi memberikan nilai tambah bagi kelangsungan hidup masyarakat.
Dikatakannya lagi, yang diperlukan saat ini adalah alih teknologi, dalam hal ini adalah bagaimana usaha pemerintah mencerdaskan peternak agar peternak tidak lagi sebagai obyek namun mampu bertindak sebagai subyek di lokasi peternakannya.
Hal inilah yang mendasari alumnus Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor ini memberikan berbagai jenis pelatihan pada daerah binaannya. Kemudian untuk sinergisme kerja, kunjungan rutin petugasnya di lapangan pada lokasi-lokasi kantong ternak diintensifkan. Materi kunjungan diset up sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan peternak.
Untuk membekali petugas lapangannya mahasiswa pasca sarjana di Universitas Riau ini mempercayakan up date ilmu pengetahuan dan teknologi bidang peternakan dan kesehatan hewan melalui majlah Infovet yang dimulai sejak akhir tahun 2006 lalu.
Tak ayal bila kinerja yang dimilikinya telah mengantarkan subsektor peternakan sebagai penyumbang Pendapatan Asli Daerah sejajar dengan subsektor lain yang dihasilkan oleh Kabupaten Kuantan Singingi.
Demikian juga dengan daerah-daerah lain bukan? (Daman Suska).
Diposting dari Infovet

Minggu, 16 Maret 2008

PERMASALAHAN DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN TAHUN 2007

PERMASALAHAN DAN PROSPEK AGRIBISNIS PERUNGGASAN TAHUN 2007
September 23, 2007 · No Comments


Pendahuluan

Kinerja ekonomi nasional pada tahun 2007 diperkirakan akan lebih baik dibandingkan dengan kinerja tahun 2006. Penyebabnya antara lain adalah pulihnya daya beli konsumen, menurunnya laju inflasi dan suku bunga, serta membaiknya perekonomian dunia. Proyeksi pertumbuhan ekonomi 2007 diperkirakan optimistis pada kisaran angka 6,3%, inflasi 6,5%, suku bunga SBI tiga bulan 8,5%. Hal yang menggembirakan adalah struktur pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2007 diperkirakan akan lebih baik, di mana pertumbuhan ekonomi tak hanya ditunjang oleh belanja rumah tangga (konsumsi) saja. Pada 2007 belanja rumah tangga diperkirakan tumbuh 3,7%, investasi tumbuh 10,6%, ekspor 9,4%, dan belanja pemerintah 9,1%. Sejalan dengan proyeksi kondisi perekonomian nasional yang semakin membaik, prospek agribisnis perunggasan juga menjanjikan, namun penuh dengan tantangan.

Permasalahan Agribisnis Perunggasan

Walaupun komoditas unggas mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam perekonomian Indonesia, tidak dapat dielakkan bahwa komoditas ini sering mengalami permasalahan-permasalahan yang menghambat pengembangannya baik secara makro maupun mikro. Pada tahun 2007 kemungkinan beberapa masalah yang terjadi pada tahun ini masih merupakan hambatan dalam pengembangan agribisnis perunggasan. Dua permasalahan yang memerlukan perhatian yang serius oleh para stakeholders peternakan unggas, yaitu kurang tersedianya bahan baku pakan yang berasal dari sumberdaya domestik, sehingga Indonesia masih harus mengimpor dan mewabahnya penyakit khususnya Avian Influenza (AI) atau flu burung. Dua permasalahan ini sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan agribisnis perunggasan.

Komponen terbesar untuk memperoleh produk yang berdayasaing terletak pada aspek pakan, dimana biaya pakan ini merupakan komponen tertinggi dalam komposisi biaya produksi industri perunggasan, berkisar antara 60-70 persen. Bukti empiris menunjukkan bahwa lemahnya kinerja penyediaan bahan baku pakan menjadi salah satu kendala dalam menghasilkan produk unggas yang berdayasaing. Apalagi jika hal ini dikaitkan dengan bahan baku utama pakan unggas yang sebagian besar terdiri dari jagung, dimana impor jagung untuk kebutuhan pakan unggas terus meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, biaya pakan ini disebut pula sebagai crucial factor yang sangat menentukan apakah usaha perunggasan dapat bersaing atau tidak.

Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit yang sampai saat ini masih terjangkit di beberapa daerah di Indonesia. Baru-baru ini, di propinsi Papua tepatnya di daerah Timika yang merupakan propinsi paling ujung timur Indonesia yang sejauh ini tercatat belum tertular AI, terdapat unggas yang positif terinfeksi virus mematikan tersebut. Selain itu terjadinya pergantian musim dari musim kemarau ke musim hujan menurut data-data empiris para pakar kesehatan hewan dan juga pengalaman para peternak menunjukkan sedikitnya terdapat tiga jenis penyakit yang menyerang komoditas unggas. Penyakit tersebut adalah yaitu Infectious Bronchitis (IB), Gumboro dan layer dan penyakit yang disebabkan virus ILT.

Selain dua permasalahan tersebut beberapa permasalahan yang mungkin tetap terjadi pada agribisnis perunggasan antara lain, permasalahan sistim pembiyaan (permodalan), ancaman masuknya CLQ dan MDM, PPN produk peternakan, dan tata ruang yang belum jelas sering menjadi penghambat dalam mengembangkan usaha agribisnis unggas. Selain itu infrastruktur yang kurang memadai seperti tersedianya jalan yang baik, sarana trasportasi, dan komunikasi juga dapat menciptakan permasalahan yang rumit bagi peternak disamping permasalahan ekonomi biaya tinggi akibat berbagai pungutan dan restribusi di berbagai daerah di tanah air.

Prospek Agribisnis Perunggasan

Bila melihat berbagai permasalahan seperti yang diuraikan sebelumnya, maka pengembangan agribisnis perunggasan pada tahun 2007 membutuhkan usaha yang keras. Akan tetapi agribisnis perunggasan juga memiliki potensi yang besar dan menjanjikan dalam pengembangannya. Indonesia merupakan pasar yang potensial bagi agribisnis perunggasan. Komoditas unggas mempunyai prospek pasar yang sangat baik karena didukung oleh karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai ± 220 juta jiwa dan masih tetap bertumbuh sekitar 1,4 persen per tahun pun merupakan konsumen yang sangat besar. Konsumsi rata-rata msayarakat terhadap hasil unggas khususnya telur ayam dan daging ayam pun memiliki tren yang meningkat. Hal ini mengindikasikan konsumsi masyarakat akan hasil komoditas unggas semakin baik dan merupakan peluang bagi usaha dan industri perunggasan untuk mengembangkan usahanya.

Selain itu Indonesia memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) dalam komponen biaya input untuk tenaga kerja yang relatif lebih murah dibandingkan negara lain di ASEAN. Potensi dalam mengembangkan produksi jagung nasional dapat mengurangi ketergantungan impor dan menurunkan biaya produksi, sehingga mampu meningkatkan skala usaha yang optimal. Integrasi secara vertikal (vertical integration) juga sudah mulai terlaksana dengan menerapkan pola-pola kemitraan (contract farming), dimana peternak sudah banyak bergabung dengan perusahaan inti sehingga jumlah pemeliharaan unggas juga semakin meningkat dan mampu menjaga kualitas dari hasil komoditas unggas tersebut.

Kondisi yang semakin membaik dari perekonomian Indonesia juga memberikan sinyal pasar (market signal) yang baik bagi perkembangan agribisnis perunggasan. Membaiknya iklim usaha akan mempu merangsang dan menarik investor baik swasta maupun asing dalam memanfaatkan potensi dan peluang usaha agribisnis perunggasan. Jika pemulihan ekonomi berjalan baik juga akan meningkatkan pendapatan per kapita yang kemudian akan menaikkan daya beli masyarakat.

Penutup : Implikasi Kebijakan

Dalam mengembangkan agribisnis perunggasan hal penting yang harus dilakukan adalah meminimalkan permasalahan yang terjadi dan sekaligus mengoptimalkan potensi yang dimiliki Indonesia saat ini. Beberapa kebijakan yang dapat dilakukan antara lain:
Pertama, meningkatkan produksi dan produktivitas hasil perunggasan Indonesia yang berdaya saing tinggi dan memiliki nilai tambah dari produk-produk turunan yang dihasilkannya. Hal ini dapat dilakukan melalui penyediaan teknologi terapan tepat guna, tepat lokasi baik budi daya, pasca produksi, maupun pengolahan hasil. Dengan adanya teknologi tersebut diharapkan akan mampu mengurangi biaya produksi yang digunakan dengan tetap mampu menghasilkan produk yang berkualitas.
Kedua, penanganan dan pencegahan berbagai wabah penyakit khususnya kasus flu burung harus dilakukan sesegera mungkin dan secara komprehensif. Beberapa hal diantaranya yang dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan manajemen pemeliharaan untuk meminimalkan resiko ternak terserang penyakit, melakukan desinfektan secara terpadu pada kawasan peternakan, pemberian vaksin yang tapat waktu, tepat sasaran dan melakukan pengawasan yang ketat tehadap masuknya hasil ternak dari luar negeri yang terinfeksi penyakit menular.
Ketiga, pemerintah harus melindungi produk peternakan dalam negeri dari ancaman produk luar baik legal maupun ilegal yang dapat mengancam usaha dan industri perunggasan nasional. Masuknya produk-produk impor haruslah dilihat dari kacamata kepentingan bersama khususnya dalam memajukan agribisnis peternakan yang mayoritas dilaksanakan oleh peternak rakyat. Kendati pun ijin masuknya produk hasil peternakan tersebut dikeluarkan, perdagangan dan persaingan seyogianya dilakukan secara adil dan fair sehingga yang terjadi adalah persaingan yang sehat tentunya yang berpihak kepada masyarakat Indonesia.
Keempat, pengembangan agribisnis perunggasan merupakan tanggung jawab berbagai stakeholders, untuk itu perlu dikembangkan suatu komitmen dan kerjasama diantara semua stakeholders terutama dalam bentuk kerjasama yang erat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, perguruan tinggi dan pelaku usaha.
Kelima, pemerintah harus berupaya lebih baik dan lebih serius untuk menciptakan iklim investasi yang lebih baik dengan jalan memberikan insentif (incentives) dan pemanis (sweetener) bagi para pelaku bisnis perunggasan. Insentif dan pemanis yang diharapkan antara lain adalah dihapuskannya PPN, pengurangan pajak, penegakan hukum (law enforcement), penghapusan retribusi dan pungutan di berbagai daerah, penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur yang lebih baik (jalan, rumah pemotongan ayam (RPA) yang lebih bersih dan higenis), tersedianya akses permodalan bagi para peternak unggas dan tak kalah pentingnya adalah penataan kelembagaan penyuluhan dalam rangka transfer teknologi kepada para peternak.

Dalam sebuah bidang usaha sudah sewajarnya kalau terjadi berbagai permasalahan dalam pengembangannya. Namun yang terpenting adalah bagaimana kita dapat menanggulangi permasalahan-permasalahan tersebut dan menjadikannya sebagai pemicu dalam memperoleh keberhasilan. Saya yakin bila penanganan agribisnis perunggasan dilakukan secara serius oleh para stakeholders, pada tahun 2007 nanti kontribusi agribisnis perunggasan dalam perekonomian Indonesia akan semakin besar dan akan menjadi salah satu pilar dalam pertumbuhan ekonomi nasional.